Sabtu, 15 Desember 2012

Landasan Antropologi


LANDASAN ANTROPOLOGI PENDIDIKAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Landasan Pendidikan




Disusun Oleh:
Arif  Ilmi  Haqim        (1206760)
Iis Suryani                   (1203378)
Rina  Suwangsih         (1203385)



UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS TASIKMALAYA
2012






KATA PENGANTAR
Bismillahhirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

            Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang SWT.  yang telah memberikan nikmat iman, nikamt islam dan nikmat sehat wal’afiat, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Salawat dan salam mudah-mudahan tercurah limpahkan kepada nabi akhirul zaman Nabi Muhammad Saw.  kepada keluarganya, sahabatnya dan kita semua, semoga mendapat syafaatNya. Amin

            Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Landasan Pendidikan.Selama pembuatan makalah ini, banyak hambatan yang dihadapi penulis baik dari kekurangan pengetahun penulis sendiri ataupun dari ketersedian sarana dan prasarana, namun berkat beberapa pihak yang telah membantu baik berupa moril ataupun materiil,  penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Semoga Allah SWT. membalas segala kebaikannya dengan pahala dan karunia yang setimpal, Amin. Untuk itu tiada ungkapan yang paling tepat disampaikan kecuali, jazaakumullahhu khairan katsira.

Akhir kata penulis sampaikan permohonan maaf apabila dalam makalah ini terdapat  kesalahan dan kekurangan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Tasikmalaya,  November  2012


    Penulis



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang..
1.2  Rumusan Masalah
1.3  Tujuan Penulisan
BAB II  PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Landasan Antropologi
2.2  Sejarah Perkembangan Antropologi
2.3  Fungsi Kebudayaan dalam Pendidikan
2.4  Implikasi Pendidikan Berdasarkan Antropologi
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan
3.2  Saran
DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan berbagai potensi oleh Tuhan, setidaknya manusia diberikan panca indera dalam hidupnya. Namun tentu saja potensi yang dimilikinya harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani hidupnya. Untuk memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh kita sebagai manusia, tentunya harus ada sesuatu yang mengarahkan dan membimbingnya, supaya berjalan dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan.

Mengingat begitu besar dan berharganya potensi yang dimiliki manusia, maka manusia harus dibekali dengan pendidikan yang cukup sejak dini. Dilain pihak manusia juga memiliki kemampuan dan diberikan akal pikiran yang berbeda dengan makhluk yang lain. Sedangkan pendidikan itu adalah usaha yang disengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan manusia agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya.

Secara sosiologi pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi kegenerasi, agar kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap terpelihara. Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari unsur sosial budaya.

Dengan mempelajari metode pendidikan kabudayaan maka antropologi bermanfaat bagi pendidikan. Dimana para pendidik harus melakukan secara hati-hati. Hal ini disebabkan  karena kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat bersifat unik, sukar untuk dibandingkan   sehingga harus ada perbandingan baru yang besifat tentative. Setiap penyelidikan yang dilakukan oleh para ilmuan akan memberikan sumbangan yang berharga dan mempengaruhi pendidikan.

Antropologi pendidikan dihasilkan melalui khusus dan percobaan yang terpisah dengan kajian yang sistrmatis mengenai praktek pendidikan dalam prespektif budaya, sehingga  antropologi menyimpulkan bahwa sekolah merupakan sebuah benda budaya yang menjadi skema nilai-nilai dalam membimbing masyarakat. Namun ada kalanya sejumlah metode mengajar  kurang efektif dari media pendidikan sehingga sangat berlawanan dengan data yang didapat di lapanga oleh para antropolog. Tugas para pendidik bukan hanya mengekploitasi nilai kebudayaan namun menatanya dan menghubungkannya dengan pemikiran dan praktek pendidikan sebagai satu keseluruhan.

Untuk memberikan pemahan lebih lanjut mengenai antropologi, antropologi pendidikan, sejarah perkembangan antropologi, fungsi kebudayaan dalam pendidikan, dan  implikasi pendidikan dalam antropologi. Maka dalam makalah ini akan memaparkan landasan antropologi pendidikan yang menjelaskan mengenai pembahsan tersebut.

1.2  Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan landasan antropologi pendidikan?
2.      Bagaimana sejarah perkembngan antropologi?
3.      Apa fungsi kebudayaan dalam pendidikan?
4.      Bagaiamana implikasi pendidikan berdasarkan antropologi?






1.3  Tujuan Penulisan

1.      Mengetahui yang dimaksud dengan landasan antropologi pendidikan,
2.      Mengetahui sejarah perkembangan antropologi,
3.      Mengetahui fungsi kebudayaan dalam pendidikan, dan
4.      Mengetahui impliksi pendidikan berdasarkan antropologi.














BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Landasan Antropologi

Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Terbentuklah ilmu antropologi dengan melalui beberapa fase. Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.

Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti "manusia", dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial. Para ahli mendefinisikan antropologi sebagai berikut:

 William A. Haviland
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.

 David Hunter
Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia.

Koentjaraningrat
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.

Dari definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi, yaitu sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Secara umum Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang  bermanfaat tentang manusia dan perilakunya dan untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia. Sedangkan Antropologi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analsis berdasarkan konsep-konsep dan pendekatan Antropologi.

2.2  Sejarah Perkembangan Antropologi

Seperti halnya Sosiologi, Antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami tahapan-tahapan dalam perkembangannya. Koentjaraninggrat menyusun perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase sebagai berikut :

 Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)
Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnogragfi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.

Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.

Fase Kedua (tahun 1800-an)
Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya
Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.

Fase Ketiga (awal abad ke-20)
Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.
Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa. Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar negara-negara di dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung.

Namun pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut berhasil merdeka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun. Proses-proses perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi ditujukan kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku bangsa di daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.

2.3  Fungsi Kebudayaan dalam Pendidikan

Pendidikan dan kebudayaan mempunyai pengaruh timbal balik. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga ikut bisa berubah dan bila pendidikan berubah akan dapat mengubah kebudayaan. Disini tampak bahwa peranan pendidikan dalam  mengembangkan kebudayaan adalah sangat besar. Pendidikan dapat mengembangkan kebudayaan melalui tiga hal yaitu, organisasi, difusi dan reinterpretasi. Sebab pendidikan adalah tempat manusia-manusia dibina, ditumbuhkan dan dikembangkan potensi-potensinya. Semakain potensi seseorang dikembangkan  semakin mampu ia menciptakan atau mengembangkan kebudayaan. Sebab kebudayaan dikembangkan oleh manusia.
Pendidikan adalah enkulturasi (Imran, Manan, 1989). Pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berperilaku mengetahui budaya yang memasuki dirinya. Enkulturasi ini terjadi dimana-mana, disetiap tempat hidup seseorang dan setiap waktu. Dari sini muncul pengertian kurikulum yang sangat luas, yaitu semua tempat hidup manusia. Sebab diamanapun orang berada disitulah terjadi proses pendidikan, disitu terjadi enkulturasi. Sekolah adalah salah satu dari tempat enkulturasi, tempat-tempat lain adalah keluarga, dalam perkumpulan pemuda, perkumpulan olahraga,  seni, keagamaan, di tempat-tempat khusus dan latihan, dan sebagainya.

Enkulturasi dapat membuat orang menjadi kaku dalam budaya itu sendiri. Ia hanya mampu berpikir, berkata dan bertindak sesuai dengan budaya yang dipelajarinya. Hal seperti ini  tidak diharapkan oleh pendidik. Pendidikan tidak ingin membuat manusia menjadi robot budaya  A, budaya B, dan sebagainya. Karena itu strategi dan metode dalam pendidikan perlu disempurnakan untuk menghindari terjadinya robot-robot seperti itu.

Sejak dini anak-anak perlu dididik berpikir kritis. Kemampuan untuk mempertimbangkan secara bebas di kembangkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara member kesempatan mengamati, melaksanakan, menghayati, dan menilai kebudayaan itu. Cara ini membuat anak tidak menerima begitu saja suatu kebudayaan melainkan melalui pemahaman dan perasaan dikala berada dalam kandungan budaya itu. Cara ini membuat anak tidak menerima begitu saja suatu kebudayaan melainkan melalui pemahaman dan perasaan dikala berada dalam kandungan budaya itu, yang akhirnya menimbulkan penilaian menerima, merevisi, dan menolak budaya itu. Pendidikan seperti ini membuat anak-anak terbiasa dengan pemikiran yang terbuka dan lentur.

Suatu budaya sesungguhnya merupakan bahan masukan atau pertimbangan bagi anak dan  mengembangkan dirinya. Ada kalanya bagian budaya akan terpakai terus, ada kalanya dibuang diganti dengan hal baru. Hal ini bergantung kepada pembinaan pendidikan, pengaruh lingkungan, dan hasil penilaian anak-anak sendiri. Untuk budaya yang mengandung nilai-nilai luhur bangsa, perlu dipertahankan dan diinternalisasi oleh anak-anak. Hal ini membutuhkan metode tambahan agar anak-anak menghayati indahnya nilai-nilai itu sehingga ingin melaksanakan dalam kehidupannya.

G.D. Spindler berpendirian bahwa kontribusi utama yang bisa diberikan antropologi terhadap pendidikan adalah menghimpun sejumlah pengetahuan empiris yang sudah diverifikasikan dengan menganalisa aspek-aspek proses pendidikan yang berbeda-beda dalam lingkungan sosial budayanya.

Karber dan Smith menyebutkan ada enam fungsi utama kebudayaan dalam kehidupan manusia, yaitu:
1.      Pelanjut keturunan dan pengasuh anak, penjamin kelangsungan hidup biologis dari kelompok sosial,
2.      Pengembangan kehidupan ekonomi, menghasilkan dan memakai benda-benda ekonomi,
3.      Transmisi budaya, cara-cara mendidik dan membentuk generasi baru menjadi orang-orang dewasa yang berbudaya.
4.      Keagamaan, menanggulangi hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan yang bersifat gaib (supernatural),
5.      Penilaian sosial, cara-cara yang dilembagakan untuk melindungi kesejahteraan individu dan kelompok,
6.       Rekreasi, aktivitas-aktivitas yang member kesempatan kepada orang untuk memuaskan kebutuhan akan permainan-permainan.
 
2.4  Implikasi Pendidikan Berdasarkan Antropologi

1. Landasan Histori Pendidikan
Pengaruh bangsa Portugis dalam bidang pendidikan utamanya berkenan dengan penyebaran agama Katholik. Demi kepentingan tersebut, tahun 1536 mereka mendirikan sekolah (Seminarie) di Ternate, selain itu didirikan pula di Solo. Kurikulum pendidikannya berisi pendidikan agama Katholik, ditambah pelajaran membaca menulis dan berhitung.

Pendidikan oleh kaum pergerakan Kebangsaan (Pergerakan Nasional) sebagai Sarana Perjuangan Kemerdekaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Nasional. Bagi bangsa Indonesia berbagai kondisi yang sangat merugikan akibat kebijakan dan praktek-praktek penjajahan telah menimbulkan rasa senasib sepenanggungan sebagai bangsa yang dijajah sehingga muncul rasa kebangsaan/nasionalisme.

Sejak Kebangkitan Nasional (1908) sifat perjuangan rakyat Indonesia dilakukan melalui berbagai partai dan organisasi, baik melalui jalur politik praktis, jalur ekonomi, social budaya, dan khususnya melalui jalur pendidikan. Sifat perjuangan bangsa kita saat itu tidak lagi hanya menitik beratkan pada perjuangan fisik. Mengingat cirri-ciri pendidikan yang diselenggarakan pemerintah Kolonial Belanda yang tidak memungkinkan bangsa Indonesia untuk menjadi cerdas, bebas, bersatu, dan merdeka, maka kaum pergerakan semakin menyadari bahwa pendidikan yang bersifat nasional harus segera dimasukan ke dalam program perjuangannya.

Implikasi kekuasaan pemerintahan pendudukan militer Jepang dalam bidang pendidikan di Indonesia yaitu :
1)      Tujuan dan isi pendidikan diarahkan demi kepentingan perang Asia Timur Raya.
2)      Hilangnya Sistem Dualisme dalam pendidikan. Sistem pendidikan yang bersifat   dualistis membedakan dua jenis sekolah untuk anak-anak bangsa Belanda dan anak-anak Bumi Putera dihapuskan pada zaman Jepang. Sekolah Desa masih tetap ada dan namanya diganti menjadi Sekolah Pertama. Susunan jenjang sekolah menjadi :
a.  Sekolah Rakyat 6 tahun (termasuk sekolah pertama).
b.  Sekolah Menengah 3 tahun
c.  Sekolah Menengah Tinggi 3 tahun
d.  Perguruan Tinggi.
3)  Sistem Pendidikan menjadi lebih merakyat (populis)
Tujuan pendidikan Nasional. Sesuai dengan Tap MPRS No. XXVI/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan dan Kebudayaan, maka dirumuskan bahwa Tujuan Pendidikan adalah untuk membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan Pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945.
Selanjutnya dalam UU No. 2 Tahun 1989 ditegaskan lagi bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

2. Landasan Yuridis Pendidikan
Apabila Anda mengkaji alinea keempat Pembukaan UUD 1945, disana tersurat dan tersirat cita-cita nasional dibidang pendidikan, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehubungan dengan ini, Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 mengamanatkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

Strategi Pembangunan Pendidikan Nasional meliputi :
1. Pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia
2. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi.
3. Prose pembelajaran yang mendidik dan dialogis.
4. Evaluasi, akreditas, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan.
5. Peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan.
6. Penyediaan sarana belajar yang mendidik.
7. Pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan    berkeadilan.
8. Penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata.
9. Pelaksanaan wajib belajar.
10. Pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan.
11. Pemberdayaan peran masyarakat.
12. Pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat, dan
13. Pelaksanaan pengawsan dalam sistem pendidikan nasional.


3. Landasan Antropologis Pendidikan
a.      Pendidikan Sosial dan Enkulturasi
Sebagaimana kita maklumi, manusia berbeda dengan hewan yang seluruh perilakunya dikendalikan oleh naluri yang diperoleh sejak kelahirannya. Saat kelahirannya, manusia dalam keadaan tak berdaya, karena naluri yang dibawa ketika kelahirannya relative tidak lengkap. Ia belum memiliki sistem nilai, norma, pengetahuan, adat kebiasaan, serta belum mengetahui dan belum dapat menggunakan dengan tepat berbagai benda sebagai hasil karya masyarakatnya. Anak manusia harus belajar dalam waktu yang relative lebih panjang untuk mampu melaksanakan berbagai peranan sesuai statusnya dan sesuai kebudayaan masyarakatnya.

b.      Pendidikan sebagai Pranata Sosial
Pranata sosial adalah suatu sistem peran dan norma social yang saling berhubungan dan terorganisasi disekitar pemenuhan kebutuhan atau fungsi social yang penting.

Pendidikan Formal (Sekolah). Pendidikan formal adalah pendidikan yang terstrukutr dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. (Pasal 1 ayat 11 UU RI No. 20 Tahun 2003).
Fungsi pendidikan Sekolah. Pendidikan sekolah dapat dikemukakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
·  Fungsi transmisi kebudayaan masayarakat;
·  Fungsi sosialisasi (memilih dan mengajarkan peranan social);
·  Fungsi integrasi social;
·  Fungsi mengembangkan kepribadian individu/anak;
·  Fungsi mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan;
·  Fungsi inovasi/men-transformasi masyarakat dan kebudayaan.;

Pendidikan Informal yaitu pendidikan yang berlangsung/terselenggara secara wajar atau secara alamiah di dalam lingkungan hidup sehari-hari. Pendidikan informal antara lain berlangsung di dalam keluarga, pergaulan anak.
a. Definisi.
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (pasal 1 ayat (12) UU RI No. 20 Tahun 2003).
b. Fungsi.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional.
c.  Lingkup.
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaran, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
d. Satuan Pendidikan.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.














BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Kesimpulan yang penulis peroleh dari makalah ini, yaitu :
1.      Antropologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata ”antrophos” berarti manusia, dan “logos” berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial. Wiliam A. Haviland, Antropologi adalah studi tentang manusia, berusahamenyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusi adan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
2.      Perkembangan antropologi terbagi menjadi tiga diantaranya;  Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an), Fase Kedua (tahun 1800-an), dan Fase Ketiga (awal abad ke-20).
3.      Pendidikan dan kebudayaan mempunyai pengaruh timbal balik. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga ikut bisa berubah dan bila pendidikan berubah akan dapat mengubah kebudayaan. Disini tampak bahwa peranan pendidikan dalam  mengembangkan kebudayaan adalah sangat besar.

3.2  Saran
Seharusnya di sekolah-sekolah juga perlu mengembangkan antropologi pendidikan kurikulum agar anak didik serta pendidiknya mengerti dan paham asal-usul mengapa kebudayaan di sekeliling kita diadakan, apa makna dibalik kebudayaan tersebut, apa manfaat dari kebudayaan tersebut, relevankah kebudayaan itu dengan kehidupan dan kepercayaan umat manusia sebagai manusia yang beragama masa kini.

Pendidikan dan kebudayaan mempunyai pengaruh timbal balik. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisa ikut berubah dan bila pendidikan berubah akan akan dapat mengubah kebudayaan. Semakin potensi seseorang dikembangkan semakin mampu ia menciptakan atau mengembangkan kebudayaan. Sebab kebudayaan dikembangkan oleh manusia. Pendidikan multicultural perlu ditanamkan sejak dini baik melalui pendidikan formal maupun non formal, agar anak memiliki rasa.









DAFTAR  PUSTAKA

Kurniasih. 2010. Landasan Pendidikan Sekolah Dasar. Bandung: Percikan Ilmu.
Syaripudin,Tatang. 2007. Landasan Pendidikan. Bandung: Percikan Ilmu.
Haviland, William A, dan R.G. Soekadijo. 1985. Antropologi 4th Edition. Jakarta: Erlangga.
Saefuddin, Achmad Fedyani. 2005. Antropologi Kontemporer Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Prenanda Media. 
Aang. 2012. Antropologi pendidikan adan keterkaaitannya dengan kebudayaan. [online]. Tersedia: http://tanggihpratama.blogspot.com/2012/03/makalah-antropologi-pendidikan-dan.html. 16 November 2012.
Lucky Zamzami, S.Sos. 2010. Antropologi Pendidikan. [online]. Tersedia: http://lzamzami.multiply.com/reviews/item/3?&show_interstitial=1&u=%2Freviews%2Fitem. 16 November 2012.
Ulfia Rahmi. 2012. Antropologi Pendidikan. [online]. Tersedia: http://tepenr06.wordpress.com/2012/09/02/antropologi-pendidikan/. 16 November 2012.
Dian Mutiarasari. 2012. Antropologi Pendidikan. [online]. Tersedia: http://dian-mutiarasari.blogspot.com/2012/05/makalah-antropologi-pendidikan.html. 16 November 2012.
NN. 2011. Landasan Antropologi Pendidikan dan Implikasinya dalam Setting Bimbingan dan Konseling. [online]. Tersedia: http://qqjuangku.blogspot.com/2011/11/landasan-antropologi-pendidikan-dan.html. 16 November 2012.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

I was waiting for his comments